Barsel /// tabloidmilitan.com
Menurut Japarudin warga Desa Tarusan Kecamatan Dusun Utara Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah bahwa kasus yang melanda dan atau terjadi di Desa Tarusan, setidaknya ada sembilan (9) kasus yang terindikasi merupakan tindak pidana KKN atau korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa dan Bendahara.
“Hal itu sesuai dengan surat tuntutan keadilan yang diajukan oleh mereka sejak lama, ke institusi hukum terkait di Provinsi Kalimantan Tengah bahkan surat tuntutan tersebut juga dilayangkan hingga ke KPK RI di Jakarta,” akuinya kepada pengiat tabloidmilitan.com saat ditemui di Kejaksaan Negeri Barito Selatan saat menghadiri Sidang Tipikor virtual atas kasus korupsi Desa Tarusan, selaku saksi.
Dia juga mengakui, bahwa ini kali pertama dirinya di panggil dan bersidang sebagai saksi atas kasus itu.
“Keterangan para aparat atau perangkat desa di sidang virtual itu banyak yang memberi keterangan bohongnya, seperti pembersihan Danau Bantian Raya, sebab sepengetahuan kami itu tidak pernah dilakukan oleh siapapun,” katanya mengungkapkan.
“Hal itu dapat kami pastikan, lantaran kami ini merupakan saksi hidupnya karena kami hampir tiap hari lalu lalang di Danau Bantian Raya itu untuk menyadap karet, yang namanya pembersihan Danau Bantian Raya itu, saya pastikan tidak ada dan itu bisa disebutkan keterangan bohong, sebab dilakukan oleh siapa, kapan dan untuk apa, juga seberapa besar upahnya,” terangnya.
Hal itu dibenarkan oleh Gandut, lantaran melakukan aktivitas yang sama, hampir tiap hari lalu lalang di Danau Bantian Raya tersebut, akan tetapi tidak pernah tahu adanya pembersihan Danau Bantian Raya.
“Itu keterangan bohong,” ujarnya memastikan atas keterangan yang disampaikan oleh para aparat Desa pada persidangan perdana kasus korupsi berjamaah Kepala Desa dan Bendahara Tarusan yang dilakukan secara virtual itu.
“Dari sembilan tuntutan yang mereka yakini sangat korupsi, seperti listrik desa yang lebih setahun ini tidak pernah menyala kemana duit operasionalnya, gedung perpustakaan, transportasi speed desa, penggunaan DD/ADD yang tdk melibatkan warga (PKT/Padat Karya Tunai, red) tapi hanya di upahkan, dana BLT yang tidak sampai ke masyarakat, tapi anehnya tuntutan pemerintah atau penyidiknya koq cuma pada dua hal saja lalu di kemanakan lagi tuntutan kami yang lainnya, apa kurang cukup keterangan kami, apa tidak cukup audit mereka, apa mereka tidak bisa membaca tuntutan kami,” ungkapnya lagi mempertanyakan.
Padahal, lanjutnya dari sembilan tuntutan tersebut sungguh terjadi apa adanya dan akibanya selama ini sangat menyengsarakan masyarakat Desa Tarusan.
“Begitu juga dengan kami, yang dipanggil kesana kemari untuk dimintai keterangan tanpa perduli dengan kondisi riil yang sedang melanda kami, pulang pergi transportasi dan akomodasi juga dari biaya sendiri, kantong kami sendiri pula,” jelasnya miris.
“Sudah dimiskinkan oleh aparat desa di sidang virtual ini, biaya sendiri pula, namun kami hanya disungguhkan dua kasus korupsi saja padahal ada sembilan kasus yang kami laporkan, jadi pertanyaannya kemana tujuh kasus lainnya,” tambahnya kecewa.
“Bahkan mereka tidak tau mana keterangan palsu atau bohong aparat desa,” tegasnya yang di iyakan lagi oleh temannya sebut saja si Gandut yang juga sebagai penuntut, penggugat dan saksi atau korban dari kebengisan aparat desa yang tega dan sengaja merampas duit desa dan sesuap nasi mereka.
Japarudin dan si Gandut mengatakan cukup kecewa atas muatan sidang itu, karena menurutnya banyak yang klise dan tidak memberi keadilan karena tidak muncul kasus korupsi yang sesungguhnya dan riil tutupnya sangat kecewa dan muak mendengar keterangan bohong para aparat desanya di persidangan virtual itu.
Sayang para aparat desa yang berhadir dan memberi keterangan dalam sidang perdana Kasus Korupsi Desa Tarusan itu tidak bisa dimintai pendapatnya karena keburu pulang dan enggan pula memberi hak jawabnya hingga berita ini diturunkan. (Tim TM/Lsm Senator2000/Nross Sy. Ikat/Rediansyah Sy. Ikat)
Bersambung …..