Sampit, www.tabloidmilitan.com
Politikus kawakan yang juga mantan anggota DPRD Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, M. Saleh turut menyayangkan kisruh akibat pemilihan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang hingga saat ini masih terus berlanjut di lembaga terhormat tersebut. Hal ini menurutnya menyebabkan terjadi kevakuman di lembaga, sampai pada aktivitas rapat paripurna, rapat kerja antar mitra kerja yang tidak bisa dilaksanakan.
“Akhirnya menimbulkan kevakuman, kegiatan dewan stop total, entah sampai kapan akan berakhir. Kami sebagai mantan anggota dewan sangat menyesalkan terjadinya kisruh dan merasa malu dengan kejadian langka, aneh dan ajaib seperti sekarang ini,” ungkap mantan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kotim periode 2014-2019 tersebut kepada para awak media, Jumat (04/03/2022).
Menurut pria yang juga merupakan Pengamat Politik tersebut, poros atau koalisi partai merupakan sesuatu yang lumrah terjadi didunia politik, sehingga melahirkan keputusan politik yang legitimit, berwibawa pro rakyat yang juga berlandaskan moral dan aturan berlaku.
“Sehingga jangan sampai lembaga DPRD tidak “dianggap dan tidak dihargai” eksekutif maupun masyarakat pemilih hanya karena tidak mampu menyelesaikan persoalan remeh temeh yang sepele serta sederhana dampak dari “nafsu politik” yang tidak bisa dikompromikan lewat instrumen atau dinamika di Dewan Sehingga menimbulkan saling sandera menyandera,” timpalnya menyayayangkan.
Disisi lain Mantan Dewan yang dikenal vokal itu juga menyesalkan akibat ulah konflik internal dewan saat ini, masyarakat jadi korban, dimana program percepatan pembangunan tersendat dan bahkan tidak bisa berjalan. Hal ini juga menurutnya mengakibatkan munculnya asumsi negatif ditengah publik.
“Sehingga masyarakat beranggapan pantas saja tidak peduli dengan nasib masyarakat ditengah pandemi covid 19, naiknya harga gas elpiji, naik harga dan langkanya minyak goreng karena ego politik yang terlihat jelas menggadaikan kepentingan masyarakat luas. Semestinya pikiran seorang anggota DPRD harus difokuskan untuk peduli, empati dengan persoalan-persoalan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, bukan energi dihabiskan untuk perebutan jabatan AKD dengan ego sentris yang tidak berujung,” tukasnya menyayayangkan.
Bahkan Saleh juga menyebutkan, agenda-agenda besar yang telah menanti seperti pelantikan PAW, penyampaian hasil reses, Musrenbang, KUA PPAS harus terbengkalai hanya akibat persoalan yang seharusnya mudah untuk diselesaikan di internal dewan itu sendiri. Belum lagi masalah ekonomi, keuangan daerah yang belum stabil sehingga banyak pekerjaan proyek 2021 sudah selesai pengerjaan tetapi masih belum terbayar.
“Banyak sekali PR, tunjangan ASN yang belum bayar akibat kosongnya kas daerah, terbaru naiknya BBM yang semakin menyulitkan masyarakat. Hal itu perlu perhatian, kebersamaan dilegislatif untuk memberi solusi cerdas bagi pihak eksekutif dalam rangka meningkatkan APBD, sehingga utang daerah bisa diselesaikan.
Bahkan dia juga menekankan, persoalan AKD adalah masalah sepele, yang harus diselesaikan oleh internal Dewan. Menurutnya dalam konteks ini tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun dengan mengacu pada undang-undang dan juga tata tertib (tatib) dewan melalui jalan kompromi politik lintas parpol yang melibatkan 7 fraksi yang tidak lain adalah perpanjangan tangan partai politik yang ada di lembaga DPRD itu sendiri.
“Menurut hemat saya tidak ada istilah oposisi tanpa masuk AKD (kalah) atau sebaliknya masuk Alat Kelengkapan Dewan (AKD) mendapat jabatan lalu dianggap menang. Jangan sampai ada istilah menang kalah atau diakomodir atau tidak terakomodir yang mana menimbulkan persoalan dan saling curiga, akhirnya tidak nyaman, menimbulkan perpecahan saling gontok-gontokan dan menghilangkan rasa kebersamaan dilembaga,” pungkasnya. (Tim TM Kotim)