Sampit, www.tabloidmilitan.com
Baru-baru ini kasus sengketa lahan yang melibatkan masyarakat dengan Perusahaan Besar Swasta (PBS) khususnya perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kembali mencuat, sehingga hal itu menjadi sorotan anggota Komisi I DPRD setempat, Sutik yang meminta Pemda beserta instansi terkait jangan tutup mata hingga persoalan menjadi besar.
Bahkan, menurutnya eskalasi kasus sengketa lahan tersebut sudah mengarah pada puncak emosional masyarakat dengan diwarnai aksi-aksi demonstrasi, semakin banyak.
“Hal itu bisa kita lihat dan dengar dari berbagai berita di media massa, bahkan hingga ke media sosial masyarakat, dimana sejumlah PBS perkebunan kelapa sawit terjadi alsi-aksi demontrasi oleh sejumlah masyarakat. Seperti yang terjadi sebelumnya di PT. Karya Makmur Abadi (KMA), Menteng Jaya Sawit Perdana (MJSP) dan PT WYKI. Ini merupakan preseden buruk dan suatu hal yang negatif bagi kesehatan investasi kalau terus dibiarkan berlarut-larut tanpa ada penyelesaian,” ungkap Sutik kepada awak media, Senin (04/04/2022).
Bahkan Sutik juga menanggapi adanya beredar kabar dalam waktu dekat ini PT. Mustika Sembuluh (Wilmar Group) juga akan menjadi sasaran aksi demo oleh warga masyarakat yang menuntut hak mereka selama beberapa tahun tersebut.
“Kami dengar sebelumnya memang sudah ada masalah antara masyarakat dengan pihak perusahaan (Mustika Sembuluh) ini, dan hingga kini belum menemukan titik terang atau penyelesaian. Jadi kalau saya melihat fenomena semacam ini, tentunya akan berdampak panjang nantinya, jadi kami minta pemerintah daerah tidak tutup mata dan sesegera mengambil langkah-langkah strategis agar masalah-masalah yang ada bisa terselesaikan,” timpalnya.
Politisi Partai Gerindra ini juga mencontohkan konflik panjang antara masyarakat dengan PBS yakni di PT. KMA yang mana terjadi masalah plasma yang belum teralisasi kepada warga Desa Tangakarobah, Kecamatan Mentaya Hulu sampai dengan saat ini.
“Begitu juga di PT. MJSP, sengketa soal ijin Hutan Tanam Rakyat (HTR) milik gabungan kelompok tani (gapotan) di Desa Ramban dan Bagendang, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan yang mana lahannya juga masih dikuasai perusahan. Lalu Kemudian di PT. WYKI Kecamatan Cempaga yang menguasi lahan ijin IUPKHM milik masyarakat Desa Patai hal semacam ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut,” pungkasnya. (Tim TM Kotim)